Ormas Laskar banten - Postingan | Facebook
src="https://iklangratistanpadaftar.com/images/bnrs/banner_atas_kanan.gif" title="Space Iklan Kami" />

Friday, 20 July 2018

Laskar Banten, SIAGA...........!!!!!!!!!











AKSI DEMO DAMAI WARGA RW 14 DI SMA 3 TANGSEL

laskarbanten.com, Tangsel,-
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA di tangsel akhirnya berujung demo, di SMA 3 Tangsel. Hal ini terjadi, di lingkungan Rukun Warga (RW) 14 Kelurahan Benda Baru, Kecamatan Pamulang. Tentu saja akar permasalahan ini di mulai dari, tidak terakomodirnya Calon Peserta didik di lingkungan RW 04 untuk dapat mendaftar dengan fasilitas Zona.
Dalam peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan republik indonesia nomor 14 tahun 2018 tentang penerimaan peserta didik baru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau bentuk lain yang sederajat diatur adanya zonasi sekolah. Seleksi calon peserta didik baru kelas 10 (sepuluh) SMA atau bentuk lain yang sederajat mempertimbangkan kriteria dengan urutan prioritas sesuai dengan daya tampung berdasarkan ketentuan rombongan belajar salah satu diataranya adalah jarak tempat tinggal ke Sekolah sesuai dengan ketentuan zonasi, termaktub dalam pasal 14 ayat 1 butir a.
Dalam kaitan PPDB provinsi Banten, dalam system online Calon perserta didik, hanya dapat mendapaftarkan pada satu sekolah saja, berdasarkan zonasi kelurahan atau kecamatan terdekat menurut Kartu Keluarga (KK). Berbanding terbalik dalam permendikbud nomor 14 tahun 2018, di jelaskan bahwa Sekolah yang berdasarkan hasil seleksi memiliki jumlah calon peserta didik melebihi daya tampung, wajib melaporkan kelebihan calon peserta didik tersebut kepada dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya. Dinas pendidikan sesuai dengan kewenangannya wajib menyalurkan kelebihan calon peserta didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Sekolah lain sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan.
Wajar jika RW 014 melakukan Demo aksi damai, karena ini merupakan amanat dari permendikbud No14 tahun 2018 yang diatur secara rinci di pasal 16. Aksi demo tersebut di ikuti oleh warga setempat, yang di mulai dari jam 7.00 WIB sampai dengan jam 11.00 WIB. Pada aksi tersebut tidak ada satupun pihak yang berkepentingan dari sekolah yang menanggapi aksi damai ini, yang ada hanya pihak security saja.
Pantauan Tim Teropong post (TP), semenjak awal pendaftaran Online yang harus di verifikasi oleh pihak sekolah melalui panitia PPDB, tidak di temukan Kepala sekolah sampai dengan berlangsungnya Aksi damai RW 014 (11/7), sejatinya kepala sekolah harus ada di tempat sebagai penanggung jawab dari kegiatan PPDB di sekolahnya.
“Warga yang menuntut yang rumahnya hanya berjarak kurang lebih 200 meter bahkan ada yang beberapa rumah dari sekolah” tegas warga yang tidak ingin disebutkan namanya melalui pesan singkat Whatsapps kepada tim TP.
Aksi damai tersebut juga Tim TP, meminta keterangan dari Kepala sekolah via Whatsapps tentang aksi damai ini dari lingkungan rw sekolah SMA 3, bahwa kejadian tersebut di sampaikan dalam rapat provinsi (11/7), bersamaan dengan aksi tersebut.
“ Saya baru selesai rapat di Propinsi terkait ini juga” tegas Sopandy Kepala sekolah SMA 3 Tangsel
Terkait dari hasil pelaporan aksi damai pada rapat tersebut, kepala sekolah sama sekali tidak ada penjelasan kepada Tim TP. Sangat disayangkan seharusnya ada pendelegasian kepada panitia PPDB yang ada di sekolah, untuk bisa menjawab keluhan dari warga RW 014 tersebut.
Bahwa Sistem zonasi penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2018 memicu kekacauan di sejumlah daerah, bukan hanya di sma 3 saja. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 Tahun 2018 dianggap sebagai muara kegaduhan tersebut. Tentunya rasa keadilan dari sekolah harus dilakukan secara konferhensif dan selektif. Agar tidak terjadi celah kecurangan yang bermuara kepada kepentingan-kepentingan tertentu. (Andri/Aga) teropongpost.com

Sunday, 8 July 2018

SUKU BADUY DALAM MEMILIKI BANYAK FAKTA UNIK





Perjalanan menuju Suku Baduy Dalam, memberikan suasana berlibur yang berbeda bagi orang-orang yang tinggal di kota besar seperti saya.
Suku Baduy Dalam memiliki 3 kampung yang berdiri secara terpisah, yaitu Kampung Cibeo, Kampung Cikeusik, dan Kampung Cikertawarna. Pada umumnya, wisatawan yang berkunjung ke Baduy Dalam lebih memilih untuk bermalam di Kampung Cibeo. Dikarenakan di kampung ini lebih terbuka bagi wisatawan yang datang. Walaupun masih tetap berpegang teguh dengan larangan adat yang dilarang mengambil foto serta dilarang menggunakan bahan kimia pada saat mandi.
Tapi saya rasa Kampung Cikeusik yang jarang dikunjungi wisatawan ini adalah tempat terbaik bagi orang-orang pencari “privasi” dan ingin benar-benar menikmati keasrian Suku Baduy Dalam.
Berikut informasi yang belum kamu ketahui tentang Suku Baduy Dalam;

1. Suku yang hemat dan gemar berjalan kaki
Adanya larangan menggunakan kendaraan seperti motor atau pun mobil, tidak membuat Suku Baduy Dalam merasa terasing dari dunia luar. Pertemuan dengan Kang Ralim warga Suku Baduy Dalam membuat saya terkagum bahwa Suku Baduy Dalam selalu berjalan kaki apabila mengunjungi kerabatnya yang tinggal di kota besar untuk bertamu maupun berjualan hasil ladang dan kerajinan tangan khas Suku Baduy Dalam.
“Pernah saya jalan kaki dari sini (Kampung Cikeusik) sampai Bekasi/ Bogor buat ketemu teman” kata Kang Ralim dengan logat nya yang unik.
2. Kekayaan tidak dilihat dari bentuk rumah
Tidak seperti orang yang tinggal di kota pada umumnya yang memiliki rumah besar selalu identik dengan orang kaya, berpangkat tinggi, dan dipandang banyak orang. Lain halnya dengan Suku Baduy Dalam yang bentuk rumahnya hampir serupa satu sama lainnya. Yang membedakan status kekayaan mereka adalah tembikar yang dibuat dari kuningan yang disimpan di dalam rumah. Semakin banyak tembikar yang disimpan, menandakan status keluarga tersebut semakin tinggi dan dipandang orang.

3. Gemar bergotong royong
Sifat gotong royong selalu diterapkan oleh Suku Baduy Dalam pada saat mereka harus berpindah tempat dari satu wilayah ke wilayah lain yang lebih subur. Sebagai suku  nomaden (tidak memiliki tempat tetap) dan menganut sistem ladang terbuka, membuat Suku Baduy Dalam hidup saling membantu.

4. Ayam merupakan makanan mewah
Tidak seperti masyarakat pada umumnya yang biasanya menyediakan menu ayam pada setiap makanan yang disajikan, tidak begitu dengan Suku Baduy Dalam. Walaupun kita bisa menemukan ayam berkeliaran bebas di kampung, bukan berarti ayam bisa menjadi makanan sehari-hari. Suku Baduy Dalam hanya menyantap hidangan ayam setidaknya 1 bulan sekali atau hanya pada saat upacara-upacara besar, seperti pernikahan dan kelahiran.

5. Pu’un, layaknya presiden di Kampung Baduy Dalam
Foto oleh Ashadi Natha
Setiap suku yang tinggal di Indonesia pasti memiliki kepala adat yang berfungsi mengatur warganya. Begitu juga Suku Baduy Dalam yang memiliki kepala adat yang biasa dipanggil Pu’un. Pu’un  adalah orang yang memiliki kelebihan yang berbeda dibanding warga biasa. Tugas dari Pu’un yaitu menentukan masa tanam dan panen. Menerapkan hukum adat kepada warganya, mengobati yang sakit.
“Hanya orang-orang yang memiliki kepentingan khusus yang bisa bertemu Pu’un” Tegas Kang Ralim.

6. Larangan berkunjung selama 3 bulan
Warga Baduy Dalam menjalankan tradisi Kawalu. Kawalu adalah puasa yang dijalankan oleh warga Baduy Dalam yang dirayakan tiga kali selama tiga bulan. Pada puasa ini warga Baduy Dalam berdoa kepada Tuhan agar negara ini diberikan rasa aman, damai, dan sejahtera.
Pada saat tradisi Kawalu dijalankan, para pengunjung dilarang masuk ke Baduy Dalam. Apabila ada kepentingan, biasanya pengunjung hanya diperbolehkan berkunjung sampai Baduy Luar namun tidak diperbolehkan menginap.

7. Perjodohan masih berlaku
Sebuah hal yang tidak lazim dilakukan pada zaman sekarang namun masih berlaku di Suku Baduy Dalam. Seorang gadis yang sudah berumur 14 tahun akan dijodohkan dengan laki-laki yang berasal dari Suku Baduy Dalam. Selama masa penjodohan, orang tua dari laki-laki Baduy Dalam bebas memilih wanita Baduy Dalam yang disukainya. Namun jika belum menemukan pilihan yang cocok, laki-laki maupun perempuan harus menuruti pilihan sang orang tua ataupun pilihan yang diberikan oleh sang Pu’un.

8. Tak ada gelas, batang bambu pun jadi
Pelarangan menggunakan gelas serta piring sebagai tempat untuk menyimpan air dan alas untuk makan tidak membuat Suku Baduy Dalam kehilangan akal. Dibekali sumber daya alam yang banyak, Suku Baduy Dalam membuat gelas serta tadah air minum yang terbuat dari bambu panjang.
“Aroma khas dari bambu akan keluar pada saat kita menyeduh kopi panas di dalam cangkir bambu ini yang membuat rasa kopi menjadi berbeda.” Tegas Kang Ralim.

9. Kebahagian yang sederhana khas Suku Baduy Dalam
“Tidak banyak aktivitas yang bisa kita lakukan pada malam hari karena keterbatasan cahaya.”
“Biasanya alat musik seperti kecapi yang menemani malam kami sambil mengobrol dengan tetangga, Dengan cara seperti ini, kami sudah bahagia” Cerita Kang Ralim menggambarkan kondisi malam hari di Suku Baduy Dalam.

10. Cita-cita sederhana orang tua Suku Baduy Dalam
Foto oleh Ashadi Natha
“Membantu orang tua berladang,” begitu ucapan Kang Ralim terhadap pertanyaan yang saya ajukan mengenai cita-cita orang tua terhadap anak-anak Suku Baduy Dalam.
Tak muluk-muluk bukan? Sangat sederhana jika didengar oleh telinga orang ‘modern’ seperti saya, namun justru di situ kearifan lokal mereka. Hal-hal sepele yang sering terlupa oleh kita, ‘ketidak neko-neko-an’ dan prinsip hidup yang sederhana membuat hidup lebih bahagia dan tenang.