Ormas Laskar banten - Postingan | Facebook
src="https://iklangratistanpadaftar.com/images/bnrs/banner_atas_kanan.gif" title="Space Iklan Kami" />

Thursday 9 July 2020




Saturday 27 June 2020

SEBAGIAN DAFTAR MAKAM KERAMAT DI PANDEGLANG BANTEN

SEBAGIAN DAFTAR MAKAM KERAMAT DI PANDEGLANG BANTEN :

1. Makam Syekh Mansur di Cikadueun
2. Makam Syekh Abdul Jabbar di Karangtanjung
3. Makam Syekh Asnawi di Caringin
4. Makam Syekh Daud di Labuan
5. Makam Syekh Rako di Gunung Karang
6. Makam Syekh Royani di Kadupinang
7. Makam Syekh Armin di Cibuntu
8. Makam Abuya Dimyati di Cidahu
9. Makam Ki Bustomi di Cisantri
10. Makam Nyimas Gandasari di Panimbang.

Wednesday 18 March 2020

Kab. Tangerang Banjir, Laskar Banten Siaga banjir.

"Berita Duka.. "
Assalamualaikum....
Salam Siaga...
untuk seluruh jajaran dan eln masyarakat luas.

Saudara kita berduka kembali dengan terjadinya kejadian bencana banjir diwilayah kabupaten tanggerang.

atas informasi dari ketua ali dpc kab.tanggerang kami selaku team reaksi cepat mengajak seluruh masyarakat,  DPD,DPC,DPAC, dan Ranting untuk membantu pengumpulan logistik  yang dibutuhkan untuk musibah diwilayah kab. tanggerang

Sangat di butuhkan :

1- Baju layak pakai & under wear wanita/pria
2- Air mineral
3- Indomie/makanan instans
4- Tenda darurat
5- Relawan

Apabila ada yang ingin membantu saudara kita bisa mengirim bantuan tersebut ke sekertariat TRC Dewan Pimpinan Pusat LASKAR BANTEN.

Informasi kontak ( 083808400837)
Sekretaris TRC DPP LASKAR BANTEN
Posko 1 pengumpulan bantuan :
Kp kelapa desa rawa panjang
rt 05 rw 05  no . 35. 
kec. Bojong gede. Kab. Bogor









Wednesday 11 March 2020

Info Korban Gempa Sukabumi


Info : Laskar Banten DPC KOta Sukabumi.
Kapolsek Kalapanunggal Cek Lokasi Pasca Gempa di Wilayah Hukum Polsek Kalapanunggal.

pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2020, pada pukul 17.40 Wib melaksanakan Cek Lokasi Pasca Gempa di Wilayah Hukum Polsek Kalapanunggal diantarnya :

- 1 (satu) Buah Rumah tingkat milik Sdr. Ana bin Hada alamat  bertempat di Kp. Nangerang Rt.13/05 Desa Pulosari Kec. Kalapanunggal Kab. Sukabumi (Rusak Ambruk rata dengan tanah).

- Rumah tersebut di huni oleh 1 (satu) keluarga dengan lima orang anak total 7 org jiwa.

Adapun keluarga yg mengalami luka luka diantarnya :
a. H. Anna bin Hada, smi 1 Juli 1963, wiraswata, almt Kp. Nangerang Rt 13/05 Ds. Pulosari Kec. Kalapanunggal mengalami luka sobek di bagian kening kiri

b. Mimin binti Jumhani, smi 7 Juli 1965, IRT, almat Sda luka sobek di bagian kepala bagian atas

c. Andi Maulana Bin Anna, 26/03/2002 , Pelajar , alamat Sda  Luka sobek di bagian pelipis ats mata kiri
 
- Korban luka luka sudah di bawa ke klinik Adiya kalapanunggal dan sudah ditangani medis

- Untuk kerugian kerusakan rumah belum bisa di hitung kerugiaanya

2. Petugas yg melaksanakan Cek TKP :
a. AKP Ujang Rihimin, SH (Kapolsek Kalapanunggal)
b. Bripka Indra Fajar P (Kanit Intelkam Polsek Kalapanunggal)
c. Brigadir Rendi S (Anggota Reskrim)




d. Brigadir Agung Rahayu (Babinkamtibas Ds. Pulosari)
e. Babinsa desa pulosari
f. Kepala Desa Puisari
g. Sekdes desa pulosari
h. Satpol PP Kec. Kalapanunggal
i. Laskar Banten (TRC)
f. BPBD Kota Sukabumi

3. Pihak polsek Kalapanuggal masih melakukan kordinasi dengan pihak terkait di dua wilayah Kec. Kalapanunggal dan Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi untuk mengambil langkah selanjutnya.

Tuesday 10 March 2020

Jejak Megalitikum di Pulosari - Pandeglang.


LaskarBanten.com-Pandeglang.
Situs Kolam Purba Salakanagara Cihunjuran Yang pertama adalah Situs Cihunjuran. Lokasinya di Desa Cikoneng, sekitar 2 kilometer dari Pasar Pari, sebelum jalan masuk ke jalur pendakian Gunung Pulosari di  Desa Cilentung. Ini adalah sebuah komplek pemandian dengan mata air yang sangat jernih. Di jalan masuk menuju komplek pemandian, kami melihat kolam-kolam alami dengan banyak batu-batu berukuran besar.
Di dalam kompleks permandian, yang paling menarik adalah melihat susunan kelompok batu menhir bertebaran. Lokasinya di belakang pos masuk, di depan dan belakang bangunan padepokan yang menjadi lokasi tujuan peziarah, serta bentukan batu-batu berlumut yang mengingatkan kami pada situs-situs di seputar Gunung Salak. Beberapanya adalah batu lumpang, batu berlubang dan batu monolit. Dari berbagai bentukan batu, dugaan lainnya adalah situs ini merupakan bekas lokasi pemujaan.
Tulisan "Salakanagara Cihunjuran" akan segera mengingatkan kita pada sebuah nama kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa bernama Salakanagara, yang lokasinya dipercaya berada di seputar Teluk Lada Banten. Peziarah yang kami temui juga sangat mempercayai bahwa lokasi ini adalah salah satu bekas lokasi kerajaan Salakanagara.

Catatan dari Penelitian Arkeologi pada tahun 2002 di seputar lereng Gunung Pulosari, bahwa Situs Cihunjuran diduga pernah dihuni oleh kelompok masyarakat agraris yang sudah mengenal barang-barang dari luar. Adanya temuan fragmen keramik asing dan lokal serta manik-manik, memperkuat dugaan tersebut (Hatmadji, 2005). Meskipun, dari sisi kelilmuan, masih terlalu dini untuk langsung mengaitkannya dengan keberadaan kerajaan Salakanagara, yang berjarak ratusan tahun dengan kerajaan terakhir di Banten.
Kami ikut mencuci muka dan menikmati kesejukan di mata air Situs Cihunjuran. Begitu kontras air yang kebiruan dengan selimut lumut yang menyelubungi berbagai bentukan batu di sekeliling mata air. Pengunjung juga dapat mandi-mandi di kolam yang lebih besar di sebelah mata air, dengan membayar Rp 5.000 per orang. Di sisi situs ini pun sudah terdapat area berkemah yang cukup nyaman.  
Situs Cihunjuran di kaki Gunu
ng Pulosari, Kec. Mandalawangi, Kab. Pandeglang
Sanghyang Dengdek dan Sanghyang Heuleut
Bimo dan saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek. Kedua supir ojek yang kami tumpangi tidak mengetahui lokasi keberadaan arca. Namun, nama Sanghyang Dengdek membuat mereka akhirnya membawa kami ke desa terdekat dengan nama tersebut di Kecamatan Saketi. Lokasinya sekitar 6 kilometer dari Desa Cilentung ke arah Menes.
Kami melewati jalan bebatuan yang memotong hutan. Dari petunjuk warga yang kami temui, sampailah kami ke lokasi arca pertama: Sanghyang Dengdek. Tidak ada juru pelihara siang itu. Arca tersebut nyaris tidak terlihat karena terbebat kain putih yang menyelubungi.
"Buka saja kain penutupnya, tetapi nanti tolong dipasang lagi ya" kata Ibu Eli, warga yang rumahnya dekat sekali dengan lokasi arca. Arca sudah berada di bangunan bercungkup dengan keramik putih dan pagar kawat di sekelilingnya dengan tanda plang cagar budaya.
Keberadaan arca ini ternyata  sudah diketahui dari catatan  Pleyte (1913), lalu penelitian arkeologi pada tahun 1970-an, Tinggi arca ini yaitu 95 cm, dengan keliling badan 120 cm dan keliling kepala 20 cm dan terbuat dari batu andesit (Hatmadji, 2005, hal 47).  Laporan penelitian yang berjudul "Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten Girang" (1996),  menyebutkan keberadaan arca primitif ini menyiratkan lokasi ini adalah bekas pemujaan.
Arca ini memiliki bagian kepala, lengan dan bentuk kelamin laki-laki, namun tidak begitu jelas. Bentuknya agak kasar. Arca semacam ini termasuk tipe Polinesia dan  biasanya akan menyandang nama "Dewa" yang dipuja. Untuk Sanghyang Heuleut, orang menyebutnya dengan nama  "Si bungkuk yang terpuja" karena bentuk arcanya secara alami agak membungkuk. (Guillot et al, 1996).
Pada Sabtu, 20 April 2019, kami membuka selubung arca dari balutan kain kafan putih. Hanya terlihat bagian besar seperti kepala (berupa batu bundar, tidak terlihat bekas pahatan mata, hidung dan mulut), bagian bahu yang berbentuk agak kotak. Kami tidak membuka selubung bagian bawah arca. Selubung putih ini nampaknya disematkan oleh para peziarah. Di dekat arca pun tercium wangi bekas bakaran dupa.
Ibu Eli menawarkan kami untuk melihat arca ke-dua, yaitu Sanghyang Heuleut. Sayang sekali catatan saya hilang untuk nama lokal yang disematkan warga kepada dua arca ini. Berbeda dengan Sanghyang Dengdek yang terletak di pinggir jalan, lokasi Sanghyang Heuleut terletak di tengah kebun warga. Kami harus melewati sungai kecil untuk mencapainya.  Tidak ada cungkup pelindung dan lantai keramik di lokasi ini. Sanghyang Dengdek hanya dilindungi oleh pagar kawat keliling dan plang situs bertuliskan cagar budaya.
 Sanghyang Heuleut terletak di tengah kebun warga.
"Pelindung" arca masa kini adalah balutan kain kafan putih yang nyaris melindungi sekujur arca yang begitu kami buka selubungnya, ternyata sebuah menhir. Tingginya yaitu 139 cm. Belakangan, kami baru tahu kalau kedua arca ini secara geografis berada di antara dua aliran sungai, yaitu Sungai Cisirah Agung dan Sungai Cisata (Hatmadji, 2005, hal 47). Hal ini lagi-lagi masih konsisten dengan berbagai peninggalan purba di seputar Gunung Salak, yang kalau tidak berada di antara dua lembah, terletak di sisi sungai atau dua aliran sungai, seperti Prasasti Pasir Muara dan Prasasti Ciaruteun di Ciampea.
Sayang sekali karena keterbatasan waktu dan cuaca yang semakin mendung gelap, mengharuskan kami untuk segera berlalu dari lokasi menarik ini.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pandeglang pada tahun 2013 menyebutkan bahwa setidaknya adal 202 benda cagar budaya di Kabupaten Pandeglang. Benda cagar budaya tersebut termasuk 96 situs, 20 bangunan dan 86 makam keramat. Alangkah baiknya, jika dinas berwenang turut melengkapi lokasi-lokasi peninggalan sejarah budaya ini dengan informasi. Sehingga ada informasi yang akurat bagi pengunjung yang ingin tahu.


Sanghyang Dengdek, lokasinya di pinggir jalan
Jejak Kerajaan Hindu ?
Catatan lain yang harus kami sertakan di sini adalah adanya berbagai jejak peninggalan budaya di seputar lereng Gunung Pulosari, dari mulai menhir, punden berundak, batu dakon, hingga ini pernah ditemukan berbagai arca yang berciri Hindu.
Arca-arca ini menggambarkan Siwa Mahadewa, Durga, Betara Guru, Ganesa dan Brahma serta sebuah lapik berhiaskan seekor naga. Lapik dan ke-lima arca ini ditemukan di dekat kawah Gunung Pulosari dan sempat menghiasi taman Asisten Residen Belanda dan dikenal dengan nama "arca-arca Caringin". Arca-arca di Pulosari ini sudah dipindahkan ke Museum Nasional, Jakarta.
Penemuan arca berciri Hindu ini membuat ilmuwan Friedrich menarik kesimpulan yang menyebutkan bahwa ada kerajaan Hindu di Banten sebelum zaman Pajajaran. "Dugaan kami adalah bahwa sejumlah pendatang Hindu pernah menetap di pesisir yang nyaman ini dan mendirikan sebuah kerajaan makmur yang kekayaannya berasal dari perniagaan di Selat Sunda" demikian kesimpulan Friedrich pada tahun 1850, pada saat meneliti arca-arca tersebut.
Ketiga gunung berapi yang berada di Kabupaten Pandeglang ini cukup menarik. Dari peta, lokasi ketiga gunung ini seperti 'berkumpul' membentuk segitiga. Yang paling tinggi adalah Gunung Karang (1.778 m), disusul dengan Gunung Pulosari (1.364 m)  dan Gunung Aseupan (1.174 mdpl). Ketiganya tidaklah terlalu tinggi, namun jalurnya terkenal cukup sulit dan terjal.
Di antara ketiga gunung ini, Gunung Pulosari yang dianggap paling keramat. Hal ini nantinya ada hubungannya dengan Sunan Gunung Jati dan puteranya, Hasanudin dari Demak, Banten Girang dan akhir dari Kerajaan Pakuan Pajajaran hingga awal mula Islam di Banten.
Tapi itu nanti, di bagian tulisan selanjutnya.

Tulisan: Diella Dachlan
Foto: Bimo Tedjokusumo, Diella Dachlan

Referensi:
Guillot, C., Nurhakim, L., Wibisono, S., Adhyatman, S., franaise d'Extrme-Orient, ., & Nasional, P. P. A. (1996). Banten sebelum zaman Islam: kajian arkeologi di Banten Girang (932?-1526). Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Guillot, C. (2008). Banten-Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII. Kepustakaan Populer Gramedia.
Hatmadji, H. T. (2005). Ragam Pusaka Budaya Banten. Direktorat Jenderal Kebudayaan.
Sari, Dwi Mayang (2014).  Manajemen Pengelolaan Situs Batu Goong dan Komplek Makam Syekh Mansyur oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Thursday 17 October 2019

Infoo... Struktural Laskar Banten



Saturday 22 September 2018

‘SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI’


MENGENAL LEBIH DEKAT & SILSILAH,
‘SYEKH MUHAMMAD NAWAWI
AL-JAWI AL-BANTANI’



Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (Arabمحمد نووي الجاوي البنتني‎) atau Syekh Nawawi al-Bantani (lahir di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M - meninggal di MekkahHijaz 1314 H/1897 M) adalah seorang ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal dari BantenIndonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab, jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqihtauhidtasawuftafsir, dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani kemudian dijuluki Sayyid Ulama al Hijaz (Pemimpin Ulama Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam 'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa, Kabupaten SerangBanten (Sekarang di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara, Serang) pada tahun 1230 Hijriyahatau 1815 Masehi, dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddinraja pertama Banten Putra Sunan Gunung JatiCirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W.
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama lokal di Banten, Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah, gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.

Silsilah

Berikut adalah silsilah Syekh Nawawi al-Bantani sampai kepada Rasulullah S.A.W[2] :
1.   Syekh Nawawi al-Bantani bin
2.   Syekh Umar al-Bantani bin
3.   Syekh Arabi al-Bantani bin
4.   Syekh Ali al-Bantani bin
5.   Syekh Jamad al-Bantani bin
6.   Syekh Janta al-Bantani bin
7.   Syekh Masbuqil al-Bantani bin
8.   Syekh Maskun al-Bantani bin
9.   Syekh Masnun al-Bantani bin
10. Syekh Maswi al-Bantani bin
11. Syekh Tajul Arsy al-Bantani (Pangeran Sunyararas) bin
16. Sayyid Jamaluddin Akbar Azmatkhan al-Husaini (Syekh Jumadil Kubro) bin
17. Sayyid Ahmad Jalal Syah Azmatkhan bin
18. Sayyid Abdullah Azmatkhan bin
20. Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadramaut) bin
23. Sayyid Alawi ats-Tsani bin
24. Sayyid Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
25. Sayyid Alawi Awwal bin
26. Sayyid al-Imam 'Ubaidillah bin
28. Sayyid 'Isa Naqib ar-Rumi bin
29. Sayyid Muhammad an-Naqib bin

Pendidikan

Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arabfiqihtauhidal-Quran dan tafsir. Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.

Di usianya yang belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak[3]. Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.

Guru-Gurunya

Berikut adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi :

·         Syekh Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)
·         K.H. Sahal al-Bantani
·         Syekh Baing Yusuf Purwakarta
·         Syekh Ahmad Zaini Dahlan
·         Syekh Abdul Ghani al-Bimawi
·         Syekh Yusuf Sumbulaweni
·         Syekh Abdul Hamid Daghestani
·         Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi
·         Syekh Ahmad Dimyati
·         Syekh Muhammad Khatib Duma al-Hambali
·         Syekh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki
·         Syekh Junaid al-Batawi
·         Syekh Zainuddin Aceh
·         Syekh Syihabuddin
·         Syekh Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari
·         Syekh Mahmud Kinan al-Falimbani
·         Syekh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
·         Dan lain sebagainya.

Peranan dan Perjuangan

Nasionalisme dan Pengabdian di Masjidil Haram

Setelah tiga tahun bermukim di Mekkah, Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828 Masehi. Sampai di tanah air dia menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda terhadap rakyat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar.
Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi gara-geriknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid-masjid.
Bahkan belakangan dia dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825 - 1830 Masehi), hingga akhirnya ia kembali ke Mekkah setelah ada tekanan pengusiran dari Belanda, tepat ketika puncak terjadinya Perlawanan Pangeran Diponegoro pada tahun 1830. Begitu sampai di Mekkah dia segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.
Syekh Nawawi mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib 'Ali, Mekkah. Dia mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi semakin lama jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Hingga jadilah Syekh Nawawi al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama tentang tauhidfiqihtafsir, dan tasawwuf.
Nama Syekh Nawawi al-Bantani semakin masyhur ketika dia ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram, menggantikan Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi atau Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Tidak hanya di kota Mekkah dan Madinah saja dia dikenal, bahkan di negeri SuriahMesirTurki, hingga Hindustan namanya begitu masyhur.

 

Pemikiran Penting

Syekh Nawawi memegang peran sentral di tengah ulama al-Jawwi. Dia menginspirasi komunitas al-Jawwi untuk lebih terlibat dalam studi Islam secara serius, tetapi juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama pesantren terkemuka. Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari belenggu Kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan, ajaran-ajaran Islam akan dengan mudah dilaksanakan di Nusantara. Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk selalu mengikuti perkembangan dan perjuangan di tanah air dari para murid yang berasal dari Indonesia serta menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia.[8]
Selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga mengajarkan makna kemerdekaan, anti Kolonialisme dan Imperialisme dengan cara yang halus. Mencetak kader patriotik yang di kemudian hari mampu menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan Syekh Nawawi memang tidak dalam bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan dalam menumbuhkan semangat kebangkitan dan jiwa nasionalisme.
Di samping itu, upaya pembinaan yang dilakukan Syekh Nawawi terhadap komunitas al-Jawwi di Mekkah juga menjadi perhatian serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia. Produktivitas komunitas al-Jawwi untuk menghasilkan alumni-alumni yang memiliki integritas keilmuan agama dan jiwa nasionalisme, menjadi kekhawatiran tersendiri bagi Belanda. Untuk mengantisipasi ruang gerak komunitas al-Jawwi ini maka pemerintah Belanda mengutus penasihat pemerintah, Christian Snouck Hurgronje untuk berkunjung ke Mekkah pada tahun 1884 - 1885. Kedatangan Snouck ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut dan melihat secara langsung berbagai hal yang telah dilakukan oleh ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas al-Jawwi.

 

Pendapat Penentangan di Arab Saudi

 

Meskipun saat itu Arab Saudi dikuasai oleh pemerintahan yang berfaham Wahabisme, namun Syekh Nawawi berani berbeda pendapat dalam hal ziarah kubur. Kerajaan Arab Saudi melarang ziarah kubur dengan alasan bidah, namun Syekh Nawawi tidak menentang praktik ini. Pendapat ini dilandasi temuan Syekh Nawawi tentang ketentuan hukumnya dalam ajaran Islam.

 

Syekh Nawawi bahkan menganjurkan umat Islam untuk menghormati makam-makam orang yang berjasa dalam sejarah Islam, termasuk makam Nabi S.A.W dan para sahabat. Menurut Syekh Nawawi, Mengunjungi makam Nabi S.A.W adalah praktik ibadah yang identik dengan bertemu muka (tawajjuh) dengan Nabi S.A.W dan mengingatkan kebesaran perjuangan dan prestasi yang patut untuk diteladani.

Murid-Muridnya

Antara murid-murid Syekh Nawawi yang menjadi ulama berpengaruh antara lain :

·         Syekh Kholil al-BangkalaniMadura
·         Syekh Arsyad Thawil al-Bantani - Pejuang Geger Cilegon 1888 dan  Penyebar Islam di Sulawesi Utara
·         Syekh Abu al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab ad-Dahlawi, DelhiIndia - Pengajar di Masjidil Haram
·         Sayyid Ali bin Ali al-Habsy - Pengajar di Masjidil Haram
·         Syekh Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi, SumbawaNusa Tenggara Barat
·         Syekh Abdul Qadir bin Mustafa al-Fathani, PattaniThailand
·         Syekh Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Bantani - Cucu Syekh Nawawi
·         K.H. Saleh Darat as-Samarani
·         K.H. Hasyim AsyariJombang - Pendiri Nahdlatul Ulama
·         K.H. Ahmad DahlanYogyakarta - Pendiri Muhammadiyah
·         K.H. Mas Abdurahman - Pendiri Mathla'ul Anwar
·         K.H. Raden AsnawiKudus
·         K.H. Thahir Jamaluddin, Singapura
·         K.H. Dawud, Perak, Malaysia
·         K.H. Hasan AsyariBawean
·         K.H. Najihun, Mauk, Tangerang
·         K.H. Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang
·         K.H. Ilyas, Kragilan, Serang
·         K.H. Wasyid - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         K.H. Tubagus Ismail - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         K.H. Arsyad Qashir al-Bantani - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         K.H. Abdurrahman - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         K.H. Haris - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         K.H. Aqib - Pejuang Geger Cilegon 1888
·         Dan lain sebagainya.

 

KISAH SYEKH NAWAWI DAN MURID-MURIDNYA

K.H. Hasyim Asyari

K.H. Hasyim Asyari saat mengajar santri-santrinya di Pondok Pesantren Tebuireng sering menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarib yang dikarang oleh Syekh Nawawi. Kenangan terhadap sang gurunya itu amat mendalam di hatinya hingga haru tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia ajarkan kepada para santrinya.

Gelar-gelar

Di antara gelar kehormatan yang disematkan kepada Syekh Nawawi al-Bantani adalah sebagai berikut:
1.   al-Sayyid al-'Ulama al-Hijaz (tokoh ulama Hijaz) atau Sayyidul Hijaz (penjaga Hijaz)
2.   Nawawi at-Tsani (Nawawi kedua). Orang pertama yang memberi gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Wan Ahmad bin Muhammad Zain al-Fathani
3.   al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam)
4.   A'yan 'Ulama al-Qarn ar-Ram 'Asyar Li al-Hijrah (tokoh ulama abad 14 Hijriyah)
5.   Imam 'Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci)
6.   Doktor Ketuhanan (orang pertama yang memberikan gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Christiaan Snouck Hurgronje)
7.   Asy-Syaikh al-Fakih (disematkan oleh kalangan pesantren)
8.   Bapak Kitab Kuning Indonesia (disematkan oleh para Ulama Indonesia).[

Karya-Karyanya

Kepakaran Syekh Nawawi tidak diragukan lagi. Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram”(beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.
Sebagian dari karya-karya Syekh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut: 
1.   al-Tsamar al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah
2.   al-'Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn
3.   Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4.   Baĥjah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5.   al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6.   Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7.   Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8.   Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9.   Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10. Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11. al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12. Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13. Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
14. Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15. Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16. Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17. Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18. Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19. Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20. Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21. Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22. Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23. Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24. al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25. ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26. Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27. Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28. al-Naĥjah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29. Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30. Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31. al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32. al-Riyâdl al-Fauliyyah
33. Mishbâh al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34. Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35. al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36. Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37. al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38. Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental, bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsir al-Jalalain, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli yang sangat terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap kitab fiqih Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumeir al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di kalangan para santri pesantren di Jawa yaitu Syarah ’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.

Karomah

Telunjuk Bersinar dan Dapat Menjadi Lampu Penerang

Pada suatu waktu di sebuah perjalanan dalam syuqduf (rumah-rumahan di punggung unta) Syekh Nawawi pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Hal tersebut terjadi karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yang ia tumpangi, sementara aspirasi untuk menulis kitab tengah kencang mengisi kepalanya. Syekh Nawawi kemudian berdoa kepada Allah agar telunjuk kirinya dapat menjadi lampu, menerangi jari kanan yang akan digunakannya untuk menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Maraqi al-'Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah itu harus dibayarnya dengan cacat pada jari telunjuk kiri, karena cahaya yang diberikan Allah pada telunjuk kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.

Melihat Ka'bah dari Tempat Lain yang Jauh

Karamah lain Syekh Nawawi juga diperlihatkannya di saat ia mengunjungi Masjid PekojanJakarta. Masjid yang dibangun oleh Sayyid Utsman bin 'Agil bin Yahya al-'Alawi (mufti Betawi keturunan Rasulullah S.A.W) itu ternyata memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu adalah Sayyid Utsman sendiri.
Tak ayal, saat Syekh Nawawi yang dianggapnya hanya seorang anak remaja tak dikenal menyalahkan penentuan kiblat, Sayyid Utsman sangat terkejut. Diskusipun terjadi antara keduanya, Sayyid Utsmân tetap berpendirian bahwa kiblat Mesjid Pekojan tersebut sudah benar, sementara Syekh Nawawi remaja berpendapat arah kiblat haruslah dibetulkan. Saat kesepakatan tidak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras, Syekh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân dan dirapatkan tubuhnya agar bisa saling mendekat, kemudian berkata:
"Lihatlah Sayyid!, itulah Ka'bah tempat Kiblat kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka'bah itu terlihat amat jelas? Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke kanan agar tepat menghadap ke arah Ka'bah."
Sayyid Utsman termangu. Ka'bah yang ia lihat dengan mengikuti telunjuk Syekh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid Utsman merasa takjub dan menyadari bahwa remaja yang bertubuh kecil di hadapannya itu telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur basyariyyah. Yang dengan karamah itu, di manapun dia berada Ka'bah akan tetap terlihat. Dengan penuh hormat Sayyid Utsman langsung memeluk tubuh kecil Syekh Nawawi. Sampai saat ini di Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser dan tidak sesuai aslinya.

Jasad yang Tetap Utuh

Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota dan lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah berikutnya terus silih berganti. Kebijakan tersebut dijalankan tanpa pandang bulu hingga menimpa pula pada makam Syekh Nawawi. Setelah kuburnya genap berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya, yang mereka temukan adalah satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet dan tidak ada tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan kain kafan penutup jasad Syekh Nawawi tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.
Terang saja kejadian tersebut mengejutkan para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu diambil, yaitu larangan dari pemerintah untuk membongkar makam Syekh Nawawi. Jasadnya lalu dikuburkan kembali seperti sediakala, dan hingga sekarang makam Syekh Nawawi tetap berada di Ma'la, Mekah.

Shalat di Dalam Mulut Ular Besar

Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk azan kemudian salat. Setelah ia azan ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu salat sendirian. Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga. Akhirnya ia tersadar bahwa ternyata ia salat di dalam mulut ular yang sangat besar itu.

Menghasilkan Karya-karya yang Fenomenal

Karamah Syekh Nawawi yang paling tinggi dapat dirasakan ketika membuka lembar demi lembar Tafsir Munir yang ia karang. Kitab Tafsir fenomenal tersebut menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami firman Allah. Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kasyifah al-Saja yang menerangkan syariat. Dan ratusan hikmah di dalam kitab Nashaih al-'Ibâd. Serta ratusan kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah tangan Syekh Nawawi al-Bantani.

Wafat

Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal 25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi. Makamnya terletak di Jannatul Mu'allaMekah. Makam dia bersebelahan dengan makam anak perempuan dari Sayyidina Abu Bakar Ash-ShiddiqAsma΄ binti Abû Bakar al-Siddîq.
Meski wafat di Jazirah Arab, namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara, Serang, asuhan K.H. Ma'ruf Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara, bahkan mancanegara.
SUMBER ; WIKIPEDIA - LASKAR BANTEN JOURNAL