Thursday, 9 July 2020
Saturday, 27 June 2020
SEBAGIAN DAFTAR MAKAM KERAMAT DI PANDEGLANG BANTEN
SEBAGIAN DAFTAR MAKAM KERAMAT DI PANDEGLANG BANTEN :
1. Makam Syekh Mansur di Cikadueun
2. Makam Syekh Abdul Jabbar di Karangtanjung
3. Makam Syekh Asnawi di Caringin
4. Makam Syekh Daud di Labuan
5. Makam Syekh Rako di Gunung Karang
6. Makam Syekh Royani di Kadupinang
7. Makam Syekh Armin di Cibuntu
8. Makam Abuya Dimyati di Cidahu
9. Makam Ki Bustomi di Cisantri
10. Makam Nyimas Gandasari di Panimbang.
Wednesday, 18 March 2020
Kab. Tangerang Banjir, Laskar Banten Siaga banjir.
"Berita Duka.. "
Assalamualaikum....
Salam Siaga...
untuk seluruh jajaran dan eln masyarakat luas.
Saudara kita berduka kembali dengan terjadinya kejadian bencana banjir diwilayah kabupaten tanggerang.
atas informasi dari ketua ali dpc kab.tanggerang kami selaku team reaksi cepat mengajak seluruh masyarakat, DPD,DPC,DPAC, dan Ranting untuk membantu pengumpulan logistik yang dibutuhkan untuk musibah diwilayah kab. tanggerang
Sangat di butuhkan :
1- Baju layak pakai & under wear wanita/pria
2- Air mineral
3- Indomie/makanan instans
4- Tenda darurat
5- Relawan
Apabila ada yang ingin membantu saudara kita bisa mengirim bantuan tersebut ke sekertariat TRC Dewan Pimpinan Pusat LASKAR BANTEN.
Informasi kontak ( 083808400837)
Sekretaris TRC DPP LASKAR BANTEN
Posko 1 pengumpulan bantuan :
Kp kelapa desa rawa panjang
rt 05 rw 05 no . 35.
kec. Bojong gede. Kab. Bogor
Assalamualaikum....
Salam Siaga...
untuk seluruh jajaran dan eln masyarakat luas.
Saudara kita berduka kembali dengan terjadinya kejadian bencana banjir diwilayah kabupaten tanggerang.
atas informasi dari ketua ali dpc kab.tanggerang kami selaku team reaksi cepat mengajak seluruh masyarakat, DPD,DPC,DPAC, dan Ranting untuk membantu pengumpulan logistik yang dibutuhkan untuk musibah diwilayah kab. tanggerang
Sangat di butuhkan :
1- Baju layak pakai & under wear wanita/pria
2- Air mineral
3- Indomie/makanan instans
4- Tenda darurat
5- Relawan
Apabila ada yang ingin membantu saudara kita bisa mengirim bantuan tersebut ke sekertariat TRC Dewan Pimpinan Pusat LASKAR BANTEN.
Informasi kontak ( 083808400837)
Sekretaris TRC DPP LASKAR BANTEN
Posko 1 pengumpulan bantuan :
Kp kelapa desa rawa panjang
rt 05 rw 05 no . 35.
kec. Bojong gede. Kab. Bogor
Wednesday, 11 March 2020
Info Korban Gempa Sukabumi
Kapolsek
Kalapanunggal Cek Lokasi Pasca Gempa di Wilayah Hukum Polsek Kalapanunggal.
pada hari
Selasa, tanggal 10 Maret 2020, pada pukul 17.40 Wib melaksanakan Cek Lokasi
Pasca Gempa di Wilayah Hukum Polsek Kalapanunggal diantarnya :
- 1 (satu)
Buah Rumah tingkat milik Sdr. Ana bin Hada alamat bertempat di Kp. Nangerang Rt.13/05 Desa
Pulosari Kec. Kalapanunggal Kab. Sukabumi (Rusak Ambruk rata dengan tanah).
- Rumah
tersebut di huni oleh 1 (satu) keluarga dengan lima orang anak total 7 org
jiwa.
Adapun
keluarga yg mengalami luka luka diantarnya :
a. H. Anna
bin Hada, smi 1 Juli 1963, wiraswata, almt Kp. Nangerang Rt 13/05 Ds. Pulosari
Kec. Kalapanunggal mengalami luka sobek di bagian kening kiri
b. Mimin
binti Jumhani, smi 7 Juli 1965, IRT, almat Sda luka sobek di bagian kepala
bagian atas
c. Andi
Maulana Bin Anna, 26/03/2002 , Pelajar , alamat Sda Luka sobek di bagian pelipis ats mata kiri
- Korban
luka luka sudah di bawa ke klinik Adiya kalapanunggal dan sudah ditangani medis
- Untuk
kerugian kerusakan rumah belum bisa di hitung kerugiaanya
2. Petugas
yg melaksanakan Cek TKP :
a. AKP Ujang
Rihimin, SH (Kapolsek Kalapanunggal)
b. Bripka
Indra Fajar P (Kanit Intelkam Polsek Kalapanunggal)
d. Brigadir
Agung Rahayu (Babinkamtibas Ds. Pulosari)
e. Babinsa
desa pulosari
f. Kepala
Desa Puisari
g. Sekdes
desa pulosari
h. Satpol PP
Kec. Kalapanunggal
i. Laskar Banten (TRC)
f. BPBD Kota Sukabumi
3. Pihak
polsek Kalapanuggal masih melakukan kordinasi dengan pihak terkait di dua
wilayah Kec. Kalapanunggal dan Kec. Kabandungan Kab. Sukabumi untuk mengambil
langkah selanjutnya.
Tuesday, 10 March 2020
Jejak Megalitikum di Pulosari - Pandeglang.
LaskarBanten.com-Pandeglang.
Situs Kolam
Purba Salakanagara Cihunjuran Yang pertama adalah Situs Cihunjuran. Lokasinya di Desa
Cikoneng, sekitar 2 kilometer dari Pasar Pari, sebelum jalan masuk ke jalur
pendakian Gunung Pulosari di Desa Cilentung. Ini adalah sebuah komplek
pemandian dengan mata air yang sangat jernih. Di jalan masuk menuju komplek
pemandian, kami melihat kolam-kolam alami dengan banyak batu-batu berukuran
besar.
Di dalam
kompleks permandian, yang paling menarik adalah melihat susunan kelompok batu
menhir bertebaran. Lokasinya di belakang pos masuk, di depan dan belakang bangunan
padepokan yang menjadi lokasi tujuan peziarah, serta bentukan batu-batu
berlumut yang mengingatkan kami pada situs-situs di seputar Gunung Salak.
Beberapanya adalah batu lumpang, batu berlubang dan batu monolit. Dari berbagai
bentukan batu, dugaan lainnya adalah situs ini merupakan bekas lokasi pemujaan.
Tulisan
"Salakanagara Cihunjuran" akan segera mengingatkan kita pada sebuah
nama kerajaan Hindu tertua di Pulau Jawa bernama Salakanagara, yang lokasinya
dipercaya berada di seputar Teluk Lada Banten. Peziarah yang kami
temui juga sangat mempercayai bahwa lokasi ini adalah salah satu bekas lokasi
kerajaan Salakanagara.
Catatan dari Penelitian Arkeologi pada tahun 2002 di seputar lereng Gunung Pulosari, bahwa Situs Cihunjuran diduga pernah dihuni oleh kelompok masyarakat agraris yang sudah mengenal barang-barang dari luar. Adanya temuan fragmen keramik asing dan lokal serta manik-manik, memperkuat dugaan tersebut (Hatmadji, 2005). Meskipun, dari sisi kelilmuan, masih terlalu dini untuk langsung mengaitkannya dengan keberadaan kerajaan Salakanagara, yang berjarak ratusan tahun dengan kerajaan terakhir di Banten.
Catatan dari Penelitian Arkeologi pada tahun 2002 di seputar lereng Gunung Pulosari, bahwa Situs Cihunjuran diduga pernah dihuni oleh kelompok masyarakat agraris yang sudah mengenal barang-barang dari luar. Adanya temuan fragmen keramik asing dan lokal serta manik-manik, memperkuat dugaan tersebut (Hatmadji, 2005). Meskipun, dari sisi kelilmuan, masih terlalu dini untuk langsung mengaitkannya dengan keberadaan kerajaan Salakanagara, yang berjarak ratusan tahun dengan kerajaan terakhir di Banten.
Kami ikut
mencuci muka dan menikmati kesejukan di mata air Situs Cihunjuran. Begitu
kontras air yang kebiruan dengan selimut lumut yang menyelubungi berbagai
bentukan batu di sekeliling mata air. Pengunjung juga dapat mandi-mandi di
kolam yang lebih besar di sebelah mata air, dengan membayar Rp 5.000 per orang.
Di sisi situs ini pun sudah terdapat area berkemah yang cukup nyaman.
Situs Cihunjuran di
kaki Gunu
ng Pulosari, Kec. Mandalawangi, Kab. Pandeglang
Sanghyang Dengdek dan Sanghyang Heuleut
Bimo dan saya melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek. Kedua supir
ojek yang kami tumpangi tidak mengetahui lokasi keberadaan arca. Namun,
nama Sanghyang Dengdek membuat mereka akhirnya membawa kami ke
desa terdekat dengan nama tersebut di Kecamatan Saketi. Lokasinya sekitar 6
kilometer dari Desa Cilentung ke arah Menes.
Kami melewati jalan bebatuan yang memotong hutan. Dari petunjuk warga yang
kami temui, sampailah kami ke lokasi arca pertama: Sanghyang Dengdek. Tidak ada
juru pelihara siang itu. Arca tersebut nyaris tidak terlihat karena terbebat
kain putih yang menyelubungi.
"Buka saja kain penutupnya, tetapi nanti tolong dipasang lagi ya" kata Ibu Eli, warga yang rumahnya dekat sekali dengan lokasi arca. Arca sudah berada di bangunan bercungkup dengan keramik putih dan pagar kawat di sekelilingnya dengan tanda plang cagar budaya.
"Buka saja kain penutupnya, tetapi nanti tolong dipasang lagi ya" kata Ibu Eli, warga yang rumahnya dekat sekali dengan lokasi arca. Arca sudah berada di bangunan bercungkup dengan keramik putih dan pagar kawat di sekelilingnya dengan tanda plang cagar budaya.
Keberadaan arca ini ternyata sudah diketahui dari catatan
Pleyte (1913), lalu penelitian arkeologi pada tahun 1970-an, Tinggi arca
ini yaitu 95 cm, dengan keliling badan 120 cm dan keliling kepala 20 cm dan
terbuat dari batu andesit (Hatmadji, 2005, hal 47). Laporan penelitian
yang berjudul "Banten Sebelum Zaman Islam: Kajian Arkeologi di Banten
Girang" (1996), menyebutkan keberadaan arca primitif ini menyiratkan
lokasi ini adalah bekas pemujaan.
Arca ini memiliki bagian kepala, lengan dan bentuk kelamin laki-laki, namun
tidak begitu jelas. Bentuknya agak kasar. Arca semacam ini termasuk tipe
Polinesia dan biasanya akan menyandang nama "Dewa" yang dipuja.
Untuk Sanghyang Heuleut, orang menyebutnya dengan nama "Si bungkuk
yang terpuja" karena bentuk arcanya secara alami agak membungkuk. (Guillot
et al, 1996).
Pada Sabtu, 20 April 2019, kami membuka selubung arca dari balutan kain
kafan putih. Hanya terlihat bagian besar seperti kepala (berupa batu bundar,
tidak terlihat bekas pahatan mata, hidung dan mulut), bagian bahu yang
berbentuk agak kotak. Kami tidak membuka selubung bagian bawah arca. Selubung
putih ini nampaknya disematkan oleh para peziarah. Di dekat arca pun tercium
wangi bekas bakaran dupa.
Ibu Eli menawarkan kami untuk melihat arca ke-dua, yaitu Sanghyang
Heuleut. Sayang sekali catatan saya hilang untuk nama lokal yang disematkan
warga kepada dua arca ini. Berbeda dengan Sanghyang Dengdek yang terletak di
pinggir jalan, lokasi Sanghyang Heuleut terletak di tengah kebun warga. Kami
harus melewati sungai kecil untuk mencapainya. Tidak ada cungkup
pelindung dan lantai keramik di lokasi ini. Sanghyang Dengdek hanya dilindungi
oleh pagar kawat keliling dan plang situs bertuliskan cagar budaya.
Sanghyang Heuleut terletak di tengah kebun warga.
"Pelindung" arca masa kini adalah balutan kain kafan putih yang
nyaris melindungi sekujur arca yang begitu kami buka selubungnya, ternyata
sebuah menhir. Tingginya yaitu 139 cm. Belakangan, kami baru tahu kalau kedua
arca ini secara geografis berada di antara dua aliran sungai, yaitu Sungai
Cisirah Agung dan Sungai Cisata (Hatmadji, 2005, hal 47). Hal ini lagi-lagi
masih konsisten dengan berbagai peninggalan purba di seputar Gunung Salak, yang
kalau tidak berada di antara dua lembah, terletak di sisi sungai atau dua
aliran sungai, seperti Prasasti Pasir Muara dan Prasasti Ciaruteun di Ciampea.
Sayang sekali karena keterbatasan waktu dan cuaca yang semakin mendung
gelap, mengharuskan kami untuk segera berlalu dari lokasi menarik ini.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pandeglang pada tahun 2013 menyebutkan bahwa setidaknya adal 202 benda cagar budaya di Kabupaten Pandeglang. Benda cagar budaya tersebut termasuk 96 situs, 20 bangunan dan 86 makam keramat. Alangkah baiknya, jika dinas berwenang turut melengkapi lokasi-lokasi peninggalan sejarah budaya ini dengan informasi. Sehingga ada informasi yang akurat bagi pengunjung yang ingin tahu.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pandeglang pada tahun 2013 menyebutkan bahwa setidaknya adal 202 benda cagar budaya di Kabupaten Pandeglang. Benda cagar budaya tersebut termasuk 96 situs, 20 bangunan dan 86 makam keramat. Alangkah baiknya, jika dinas berwenang turut melengkapi lokasi-lokasi peninggalan sejarah budaya ini dengan informasi. Sehingga ada informasi yang akurat bagi pengunjung yang ingin tahu.
Sanghyang Dengdek,
lokasinya di pinggir jalan
Jejak Kerajaan Hindu ?
Catatan lain yang harus kami sertakan di sini adalah adanya berbagai jejak
peninggalan budaya di seputar lereng Gunung Pulosari, dari mulai menhir, punden
berundak, batu dakon, hingga ini pernah ditemukan berbagai arca yang berciri
Hindu.
Arca-arca ini menggambarkan Siwa Mahadewa, Durga, Betara Guru, Ganesa dan
Brahma serta sebuah lapik berhiaskan seekor naga. Lapik dan ke-lima arca ini
ditemukan di dekat kawah Gunung Pulosari dan sempat menghiasi taman Asisten
Residen Belanda dan dikenal dengan nama "arca-arca Caringin".
Arca-arca di Pulosari ini sudah dipindahkan ke Museum Nasional, Jakarta.
Penemuan arca berciri Hindu ini membuat ilmuwan Friedrich menarik
kesimpulan yang menyebutkan bahwa ada kerajaan Hindu di Banten sebelum zaman
Pajajaran. "Dugaan kami adalah bahwa sejumlah pendatang Hindu pernah menetap
di pesisir yang nyaman ini dan mendirikan sebuah kerajaan makmur yang
kekayaannya berasal dari perniagaan di Selat Sunda" demikian kesimpulan
Friedrich pada tahun 1850, pada saat meneliti arca-arca tersebut.
Ketiga gunung berapi yang berada di Kabupaten Pandeglang ini cukup menarik.
Dari peta, lokasi ketiga gunung ini seperti 'berkumpul' membentuk segitiga.
Yang paling tinggi adalah Gunung Karang (1.778 m), disusul dengan Gunung
Pulosari (1.364 m) dan Gunung Aseupan (1.174 mdpl). Ketiganya tidaklah
terlalu tinggi, namun jalurnya terkenal cukup sulit dan terjal.
Di antara ketiga gunung ini, Gunung Pulosari yang dianggap paling keramat.
Hal ini nantinya ada hubungannya dengan Sunan Gunung Jati dan puteranya,
Hasanudin dari Demak, Banten Girang dan akhir dari Kerajaan Pakuan Pajajaran
hingga awal mula Islam di Banten.
Tapi itu nanti, di bagian tulisan selanjutnya.
Tulisan: Diella Dachlan
Foto: Bimo Tedjokusumo, Diella Dachlan
Referensi:
Tapi itu nanti, di bagian tulisan selanjutnya.
Tulisan: Diella Dachlan
Foto: Bimo Tedjokusumo, Diella Dachlan
Referensi:
Guillot, C., Nurhakim, L., Wibisono, S., Adhyatman, S., franaise
d'Extrme-Orient, ., & Nasional, P. P. A. (1996). Banten sebelum
zaman Islam: kajian arkeologi di Banten Girang (932?-1526). Pusat
Penelitian Arkeologi Nasional.
Guillot, C. (2008). Banten-Sejarah dan Peradaban Abad X-XVII.
Kepustakaan Populer Gramedia.
Hatmadji, H. T. (2005). Ragam Pusaka Budaya Banten. Direktorat
Jenderal Kebudayaan.
Sari, Dwi Mayang (2014). Manajemen Pengelolaan Situs Batu Goong
dan Komplek Makam Syekh Mansyur oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Thursday, 17 October 2019
Saturday, 22 September 2018
‘SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-JAWI AL-BANTANI’
MENGENAL LEBIH DEKAT &
SILSILAH,
‘SYEKH MUHAMMAD NAWAWI
AL-JAWI AL-BANTANI’
Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (Arab: محمد نووي الجاوي البنتني) atau Syekh Nawawi al-Bantani (lahir
di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M - meninggal
di Mekkah, Hijaz 1314 H/1897 M)
adalah seorang ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil
Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal
dari Banten, Indonesia.
Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab,
jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir,
dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani
kemudian dijuluki Sayyid Ulama al Hijaz (Pemimpin Ulama
Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam
yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh
Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam
'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan
yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa,
Kabupaten Serang, Banten (Sekarang
di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara,
Serang) pada tahun 1230 Hijriyahatau 1815 Masehi,
dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung
dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah
dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung
Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan
Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad .
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama
lokal di Banten,
Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu
rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah,
gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang
anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.
Silsilah
Berikut
adalah silsilah Syekh Nawawi al-Bantani sampai kepada Rasulullah [2] :
1.
Syekh
Nawawi al-Bantani bin
2.
Syekh
Umar al-Bantani bin
3.
Syekh
Arabi al-Bantani bin
4.
Syekh
Ali al-Bantani bin
5.
Syekh
Jamad al-Bantani bin
6.
Syekh
Janta al-Bantani bin
7.
Syekh
Masbuqil al-Bantani bin
8.
Syekh
Maskun al-Bantani bin
9.
Syekh
Masnun al-Bantani bin
10.
Syekh
Maswi al-Bantani bin
11.
Syekh
Tajul Arsy al-Bantani (Pangeran Sunyararas) bin
12.
Sultan Maulana Hasanuddin bin
13.
Sultan Syarif
Hidayatullah bin
15.
Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan bin
16.
Sayyid Jamaluddin Akbar Azmatkhan al-Husaini (Syekh
Jumadil Kubro) bin
17.
Sayyid
Ahmad Jalal Syah Azmatkhan bin
18.
Sayyid
Abdullah Azmatkhan bin
19.
Sayyid Abdul
Malik Azmatkhan bin
20.
Sayyid
Alawi Ammil Faqih (Hadramaut) bin
21.
Sayyid Muhammad Shahib Mirbath (Hadramaut)
bin
22.
Sayyid Ali
Khali' Qasam bin
23.
Sayyid
Alawi ats-Tsani bin
24.
Sayyid
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
25.
Sayyid
Alawi Awwal bin
26.
Sayyid
al-Imam 'Ubaidillah bin
27.
Sayyid Ahmad
al-Muhajir bin
28.
Sayyid
'Isa Naqib ar-Rumi bin
29.
Sayyid
Muhammad an-Naqib bin
30.
Sayyid al-Imam
Ali Uradhi bin
31.
Sayyidina Ja'far ash-Shadiq bin
32.
Sayyidina
Muhammad al-Baqir bin
33.
Sayyidina Ali
Zainal Abidin bin
34.
Sayyidina
Husain bin
35.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah
Fatimah az-Zahra binti
Pendidikan
Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah
mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara
kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir.
Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi
berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat
itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.
Di usianya yang
belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai
kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar
murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak[3].
Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian
berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
Guru-Gurunya
Berikut
adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi :
·
Syekh
Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)
·
K.H.
Sahal al-Bantani
·
Syekh
Abdul Ghani al-Bimawi
·
Syekh
Yusuf Sumbulaweni
·
Syekh
Abdul Hamid Daghestani
·
Syekh
Sayyid Ahmad Nahrawi
·
Syekh
Ahmad Dimyati
·
Syekh
Muhammad Khatib Duma al-Hambali
·
Syekh
Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki
·
Syekh
Zainuddin Aceh
·
Syekh
Syihabuddin
·
Syekh
Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari
·
Syekh
Mahmud Kinan al-Falimbani
·
Syekh
Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
·
Dan
lain sebagainya.
Peranan dan
Perjuangan
Nasionalisme dan
Pengabdian di Masjidil Haram
Setelah tiga tahun
bermukim di Mekkah,
Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828 Masehi.
Sampai di tanah air dia menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia
Belanda terhadap rakyat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar.
Sebagai intelektual
yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran,
Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan
perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi
gara-geriknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid-masjid.
Bahkan belakangan dia
dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang
mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825 - 1830 Masehi),
hingga akhirnya ia kembali ke Mekkah setelah
ada tekanan pengusiran dari Belanda, tepat ketika puncak terjadinya Perlawanan
Pangeran Diponegoro pada tahun 1830. Begitu sampai di
Mekkah dia segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.
Syekh Nawawi mulai
masyhur ketika menetap di Syi'ib 'Ali, Mekkah. Dia mengajar di halaman
rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi semakin lama jumlahnya kian
banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Hingga jadilah Syekh Nawawi
al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama
tentang tauhid, fiqih, tafsir,
dan tasawwuf.
Nama Syekh Nawawi
al-Bantani semakin masyhur ketika dia ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram,
menggantikan Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi atau
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Tidak hanya
di kota Mekkah dan Madinah saja
dia dikenal, bahkan di negeri Suriah, Mesir, Turki, hingga Hindustan namanya
begitu masyhur.
Pemikiran Penting
Syekh Nawawi memegang peran sentral di tengah
ulama al-Jawwi. Dia menginspirasi komunitas al-Jawwi untuk lebih terlibat dalam
studi Islam secara serius, tetapi juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama
pesantren terkemuka. Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari
belenggu Kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan,
ajaran-ajaran Islam akan dengan mudah dilaksanakan di Nusantara.
Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk selalu mengikuti perkembangan dan
perjuangan di tanah air dari para murid yang berasal dari Indonesia serta
menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia.[8]
Selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga
mengajarkan makna kemerdekaan, anti Kolonialisme dan Imperialisme dengan
cara yang halus. Mencetak kader patriotik yang di kemudian hari mampu
menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan Syekh Nawawi memang tidak dalam
bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan dalam menumbuhkan semangat
kebangkitan dan jiwa nasionalisme.
Di samping itu, upaya pembinaan yang
dilakukan Syekh Nawawi terhadap komunitas al-Jawwi di Mekkah juga
menjadi perhatian serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia.
Produktivitas komunitas al-Jawwi untuk menghasilkan alumni-alumni yang memiliki
integritas keilmuan agama dan jiwa nasionalisme, menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi Belanda. Untuk mengantisipasi ruang gerak komunitas al-Jawwi
ini maka pemerintah Belanda mengutus penasihat pemerintah, Christian Snouck Hurgronje untuk
berkunjung ke Mekkah pada tahun 1884 - 1885. Kedatangan Snouck
ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut dan melihat secara langsung berbagai
hal yang telah dilakukan oleh ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas
al-Jawwi.
Pendapat Penentangan di Arab Saudi
Meskipun saat
itu Arab Saudi dikuasai
oleh pemerintahan yang berfaham Wahabisme,
namun Syekh Nawawi berani berbeda pendapat dalam hal ziarah kubur. Kerajaan
Arab Saudi melarang ziarah kubur dengan alasan bidah, namun Syekh Nawawi tidak
menentang praktik ini. Pendapat ini dilandasi temuan Syekh Nawawi tentang
ketentuan hukumnya dalam ajaran Islam.
Syekh Nawawi
bahkan menganjurkan umat Islam untuk menghormati makam-makam orang yang berjasa
dalam sejarah Islam, termasuk makam Nabi dan para
sahabat. Menurut Syekh Nawawi, Mengunjungi makam Nabi adalah
praktik ibadah yang identik dengan bertemu muka (tawajjuh) dengan
Nabi dan
mengingatkan kebesaran perjuangan dan prestasi yang patut untuk diteladani.
Murid-Muridnya
Antara
murid-murid Syekh Nawawi yang menjadi ulama berpengaruh antara lain :
·
Syekh Arsyad Thawil al-Bantani -
Pejuang Geger Cilegon 1888 dan Penyebar Islam di Sulawesi
Utara
·
Syekh
Abu al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab ad-Dahlawi, Delhi, India - Pengajar
di Masjidil Haram
·
Sayyid
Ali bin Ali al-Habsy - Pengajar di Masjidil
Haram
·
Syekh
Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
·
Syekh
Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Bantani - Cucu Syekh Nawawi
·
K.H.
Saleh Darat as-Samarani
·
K.H. Hasyim
Asyari, Jombang - Pendiri Nahdlatul
Ulama
·
K.H. Ahmad
Dahlan, Yogyakarta - Pendiri Muhammadiyah
·
K.H. Hasan Genggong - Pendiri Pesantren
Zainul Hasan Genggong
·
K.H.
Mas Abdurahman - Pendiri Mathla'ul Anwar
·
K.H.
Thahir Jamaluddin, Singapura
·
K.H.
Dawud, Perak, Malaysia
·
K.H.
Najihun, Mauk, Tangerang
·
K.H.
Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang
·
K.H.
Ilyas, Kragilan, Serang
·
K.H. Wasyid -
Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H. Tubagus Ismail -
Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Arsyad Qashir al-Bantani - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Abdurrahman - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Haris - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Aqib - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
Dan
lain sebagainya.
KISAH SYEKH NAWAWI DAN MURID-MURIDNYA
K.H. Hasyim Asyari
K.H. Hasyim
Asyari saat mengajar santri-santrinya di Pondok Pesantren Tebuireng sering
menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarib yang dikarang oleh Syekh
Nawawi. Kenangan terhadap sang gurunya itu amat mendalam di hatinya hingga haru
tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia
ajarkan kepada para santrinya.
Gelar-gelar
Di
antara gelar kehormatan yang disematkan kepada Syekh Nawawi al-Bantani adalah
sebagai berikut:
2.
Nawawi at-Tsani (Nawawi kedua). Orang
pertama yang memberi gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Wan Ahmad bin Muhammad Zain
al-Fathani
3.
al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan
pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam)
5.
Imam 'Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci)
6.
Doktor Ketuhanan (orang pertama yang memberikan gelar
ini pada Syekh Nawawi adalah Christiaan Snouck Hurgronje)
7.
Asy-Syaikh al-Fakih (disematkan oleh kalangan
pesantren)
Karya-Karyanya
Kepakaran Syekh Nawawi tidak diragukan lagi.
Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus
min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram”(beberapa kajian
masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis
bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus
judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang
berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.
Sebagian
dari karya-karya Syekh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
al-Tsamar
al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah
2.
al-'Aqd
al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn
3.
Sullam
al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4.
Baĥjah
al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5.
al-Tausyîh/
Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6.
Niĥâyah
al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7.
Marâqi
al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8.
Nashâih
al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9.
Salâlim
al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10.
Qâmi’u
al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11.
al-Tafsir
al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil
musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12.
Kasyf
al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13.
Fath
al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib
al-Jaliyyah
14.
Nur
al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15.
Tanqîh
al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16.
Madârij
al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17.
Targhîb
al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18.
Fath
al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19.
Fath
al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20.
Tîjân
al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21.
Fath
al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22.
Murâqah
Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23.
Kâsyifah
al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24.
al-Futûhâh
al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25.
‘Uqûd
al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26.
Qathr
al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27.
Naqâwah
al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28.
al-Naĥjah
al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29.
Sulûk
al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30.
Hilyah
al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31.
al-Fushûsh
al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32.
al-Riyâdl
al-Fauliyyah
33.
Mishbâh
al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34.
Dzariyy’ah
al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35.
al-Ibrîz
al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36.
Baghyah
al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37.
al-Durrur
al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38.
Lubâb
al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental,
bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsir al-Jalalain, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli yang sangat
terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap
kitab fiqih Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumeir
al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan
ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits
misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam
al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di
kalangan para santri pesantren di Jawa yaitu Syarah
’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih
al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.
Karomah
Telunjuk
Bersinar dan Dapat Menjadi Lampu Penerang
Pada suatu waktu di sebuah perjalanan
dalam syuqduf (rumah-rumahan di punggung unta) Syekh Nawawi
pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Hal
tersebut terjadi karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yang ia
tumpangi, sementara aspirasi untuk menulis kitab tengah kencang mengisi
kepalanya. Syekh Nawawi kemudian berdoa kepada Allah agar telunjuk
kirinya dapat menjadi lampu, menerangi jari kanan yang akan digunakannya untuk
menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Maraqi al-'Ubudiyyah syarah
Matan Bidayah al-Hidayah itu harus dibayarnya dengan
cacat pada jari telunjuk kiri, karena cahaya yang diberikan Allah pada telunjuk
kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.
Melihat Ka'bah dari Tempat Lain yang Jauh
Karamah lain Syekh Nawawi juga
diperlihatkannya di saat ia mengunjungi Masjid Pekojan, Jakarta.
Masjid yang dibangun oleh Sayyid Utsman bin 'Agil bin Yahya al-'Alawi
(mufti Betawi keturunan Rasulullah ) itu ternyata
memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu
adalah Sayyid Utsman sendiri.
Tak ayal, saat Syekh Nawawi yang dianggapnya
hanya seorang anak remaja tak dikenal menyalahkan penentuan kiblat, Sayyid
Utsman sangat terkejut. Diskusipun terjadi antara keduanya, Sayyid Utsmân tetap
berpendirian bahwa kiblat Mesjid Pekojan tersebut sudah benar, sementara Syekh
Nawawi remaja berpendapat arah kiblat haruslah dibetulkan. Saat kesepakatan
tidak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras,
Syekh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân dan dirapatkan tubuhnya
agar bisa saling mendekat, kemudian berkata:
“
|
"Lihatlah Sayyid!, itulah Ka'bah tempat Kiblat
kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka'bah itu terlihat amat jelas?
Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke
kanan agar tepat menghadap ke arah Ka'bah."
|
”
|
Sayyid Utsman termangu. Ka'bah yang ia lihat
dengan mengikuti telunjuk Syekh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid
Utsman merasa takjub dan menyadari bahwa remaja yang bertubuh kecil di
hadapannya itu telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur
basyariyyah. Yang dengan karamah itu, di manapun dia berada Ka'bah akan
tetap terlihat. Dengan penuh hormat Sayyid Utsman langsung memeluk tubuh kecil
Syekh Nawawi. Sampai saat ini di Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser
dan tidak sesuai aslinya.
Jasad yang Tetap Utuh
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa
orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang
belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat
lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota
dan lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah
berikutnya terus silih berganti. Kebijakan tersebut dijalankan tanpa pandang
bulu hingga menimpa pula pada makam Syekh Nawawi. Setelah kuburnya genap
berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali
kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan
itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya, yang mereka temukan adalah
satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet dan tidak ada
tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan
kain kafan penutup jasad Syekh Nawawi tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.
Terang saja kejadian tersebut mengejutkan
para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa
yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa
makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu
diambil, yaitu larangan dari pemerintah untuk membongkar makam Syekh Nawawi.
Jasadnya lalu dikuburkan kembali seperti sediakala, dan hingga sekarang makam
Syekh Nawawi tetap berada di Ma'la, Mekah.
Shalat di Dalam Mulut Ular Besar
Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh
Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk azan kemudian salat. Setelah ia azan
ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu salat sendirian.
Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok
ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga.
Akhirnya ia tersadar bahwa ternyata ia salat di dalam mulut ular yang sangat
besar itu.
Menghasilkan Karya-karya yang Fenomenal
Karamah Syekh Nawawi yang paling tinggi dapat
dirasakan ketika membuka lembar demi lembar Tafsir Munir yang ia karang. Kitab
Tafsir fenomenal tersebut menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami
firman Allah.
Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kasyifah al-Saja yang menerangkan
syariat. Dan ratusan hikmah di dalam kitab Nashaih al-'Ibâd. Serta ratusan
kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah
tangan Syekh Nawawi al-Bantani.
Wafat
Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal
25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi.
Makamnya terletak di Jannatul
Mu'alla, Mekah. Makam dia bersebelahan dengan makam anak perempuan dari
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti
Abû Bakar al-Siddîq.
Meski wafat di Jazirah Arab,
namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya
Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok
Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara,
Serang, asuhan K.H. Ma'ruf
Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara,
bahkan mancanegara.
SUMBER ; WIKIPEDIA - LASKAR BANTEN JOURNAL