MENGENAL LEBIH DEKAT &
SILSILAH,
‘SYEKH MUHAMMAD NAWAWI
AL-JAWI AL-BANTANI’
Syekh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (Arab: محمد نووي الجاوي البنتني) atau Syekh Nawawi al-Bantani (lahir
di Tanara, Serang, 1230 H/1813 M - meninggal
di Mekkah, Hijaz 1314 H/1897 M)
adalah seorang ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi Imam Masjidil
Haram. Ia bergelar al-Bantani karena berasal
dari Banten, Indonesia.
Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat produktif menulis kitab,
jumlah karyanya tidak kurang dari 115 kitab yang meliputi bidang ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir,
dan hadis.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi al-Bantani
kemudian dijuluki Sayyid Ulama al Hijaz (Pemimpin Ulama
Hijaz), al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhamah al-Mudaqqiq (Imam
yang Mumpuni ilmunya), A'yan Ulama al-Qarn al-Ram Asyar li al-Hijrah (Tokoh
Ulama Abad 14 Hijriyah), hingga Imam Ulama al-Haramain, (Imam
'Ulama Dua Kota Suci).
Syekh Nawawi lahir dalam tradisi keagamaan
yang sangat kuat di Kampung Tanara, sebuah desa kecil di kecamatan Tirtayasa,
Kabupaten Serang, Banten (Sekarang
di Kampung Pesisir, Desa Padaleman, Kecamatan Tanara,
Serang) pada tahun 1230 Hijriyahatau 1815 Masehi,
dengan nama Muhammad Nawawi bin 'Umar bin 'Arabi al-Bantani. Dia adalah sulung
dari tujuh bersaudara, yaitu Ahmad Syihabudin, Tamim, Said, Abdullah, Tsaqilah
dan Sariyah. Ia merupakan generasi ke-12 dari Sultan Maulana Hasanuddin, raja pertama Banten Putra Sunan Gunung
Jati, Cirebon. Nasabnya melalui jalur Kesultanan
Banten ini sampai kepada Nabi Muhammad .
Ayah Syekh Nawawi merupakan seorang Ulama
lokal di Banten,
Syekh Umar bin Arabi al-Bantani, sedangkan ibunya bernama Zubaedah, seorang ibu
rumah tangga biasa.
Syaikh Nawawi menikah dengan Nyai Nasimah,
gadis asal Tanara, Serang dan dikaruniai 3 orang
anak: Nafisah, Maryam, Rubi'ah. Sang istri wafat mendahului dia.
Silsilah
Berikut
adalah silsilah Syekh Nawawi al-Bantani sampai kepada Rasulullah [2] :
1.
Syekh
Nawawi al-Bantani bin
2.
Syekh
Umar al-Bantani bin
3.
Syekh
Arabi al-Bantani bin
4.
Syekh
Ali al-Bantani bin
5.
Syekh
Jamad al-Bantani bin
6.
Syekh
Janta al-Bantani bin
7.
Syekh
Masbuqil al-Bantani bin
8.
Syekh
Maskun al-Bantani bin
9.
Syekh
Masnun al-Bantani bin
10.
Syekh
Maswi al-Bantani bin
11.
Syekh
Tajul Arsy al-Bantani (Pangeran Sunyararas) bin
12.
Sultan Maulana Hasanuddin bin
13.
Sultan Syarif
Hidayatullah bin
15.
Sayyid Ali Nurul Alam Azmatkhan bin
16.
Sayyid Jamaluddin Akbar Azmatkhan al-Husaini (Syekh
Jumadil Kubro) bin
17.
Sayyid
Ahmad Jalal Syah Azmatkhan bin
18.
Sayyid
Abdullah Azmatkhan bin
19.
Sayyid Abdul
Malik Azmatkhan bin
20.
Sayyid
Alawi Ammil Faqih (Hadramaut) bin
21.
Sayyid Muhammad Shahib Mirbath (Hadramaut)
bin
22.
Sayyid Ali
Khali' Qasam bin
23.
Sayyid
Alawi ats-Tsani bin
24.
Sayyid
Muhammad Sohibus Saumi'ah bin
25.
Sayyid
Alawi Awwal bin
26.
Sayyid
al-Imam 'Ubaidillah bin
27.
Sayyid Ahmad
al-Muhajir bin
28.
Sayyid
'Isa Naqib ar-Rumi bin
29.
Sayyid
Muhammad an-Naqib bin
30.
Sayyid al-Imam
Ali Uradhi bin
31.
Sayyidina Ja'far ash-Shadiq bin
32.
Sayyidina
Muhammad al-Baqir bin
33.
Sayyidina Ali
Zainal Abidin bin
34.
Sayyidina
Husain bin
35.
Sayyidina Ali bin Abi Thalib dan Sayyidah
Fatimah az-Zahra binti
Pendidikan
Sejak berusia lima tahun, Syekh Nawawi sudah
mulai belajar ilmu agama Islam langsung dari ayahnya. Bersama saudara-saudara
kandungnya, Syekh Nawawi mempelajari tentang pengetahuan dasar bahasa Arab, fiqih, tauhid, al-Quran dan tafsir.
Pada usia delapan tahun bersama kedua adiknya, Tamim dan Ahmad, Syekh Nawawi
berguru kepada K.H. Sahal, salah seorang ulama terkenal di Banten saat
itu. Kemudian melanjutkan kegiatan menimba ilmu kepada Syekh Baing Yusuf Purwakarta.
Di usianya yang
belum genap lima belas tahun, Syekh Nawawi telah mengajar banyak orang, sampai
kemudian ia mencari tempat di pinggir pantai agar lebih leluasa mengajar
murid-muridnya yang kian hari bertambah banyak[3].
Baru setelah usianya mencapai lima belas tahun, Syekh Nawawi menunaikan haji dan kemudian
berguru kepada sejumlah ulama masyhur di Mekah saat itu.
Guru-Gurunya
Berikut
adalah para ulama yang pernah ditimba ilmunya oleh Syekh Nawawi :
·
Syekh
Umar bin Arabi al-Bantani (Ayahnya)
·
K.H.
Sahal al-Bantani
·
Syekh
Abdul Ghani al-Bimawi
·
Syekh
Yusuf Sumbulaweni
·
Syekh
Abdul Hamid Daghestani
·
Syekh
Sayyid Ahmad Nahrawi
·
Syekh
Ahmad Dimyati
·
Syekh
Muhammad Khatib Duma al-Hambali
·
Syekh
Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Maliki
·
Syekh
Zainuddin Aceh
·
Syekh
Syihabuddin
·
Syekh
Yusuf bin Muhammad Arsyad al-Banjari
·
Syekh
Mahmud Kinan al-Falimbani
·
Syekh
Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani
·
Dan
lain sebagainya.
Peranan dan
Perjuangan
Nasionalisme dan
Pengabdian di Masjidil Haram
Setelah tiga tahun
bermukim di Mekkah,
Syekh Nawawi pulang ke Banten sekitar tahun 1828 Masehi.
Sampai di tanah air dia menyaksikan praktik-praktik ketidakadilan,
kesewenang-wenangan, dan penindasan yang dilakukan pemerintah Hindia
Belanda terhadap rakyat. Tak ayal, gelora jihad pun berkobar.
Sebagai intelektual
yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran,
Syekh Nawawi kemudian berdakwah keliling Banten mengobarkan
perlawanan terhadap penjajah sampai pemerintah Belanda membatasi
gara-geriknya, seperti dilarang berkhutbah di masjid-masjid.
Bahkan belakangan dia
dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang
mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda (1825 - 1830 Masehi),
hingga akhirnya ia kembali ke Mekkah setelah
ada tekanan pengusiran dari Belanda, tepat ketika puncak terjadinya Perlawanan
Pangeran Diponegoro pada tahun 1830. Begitu sampai di
Mekkah dia segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya.
Syekh Nawawi mulai
masyhur ketika menetap di Syi'ib 'Ali, Mekkah. Dia mengajar di halaman
rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tetapi semakin lama jumlahnya kian
banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Hingga jadilah Syekh Nawawi
al-Bantani sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama
tentang tauhid, fiqih, tafsir,
dan tasawwuf.
Nama Syekh Nawawi
al-Bantani semakin masyhur ketika dia ditunjuk sebagai Imam Masjidil Haram,
menggantikan Syaikh Achmad Khotib Al-Syambasi atau
Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi. Tidak hanya
di kota Mekkah dan Madinah saja
dia dikenal, bahkan di negeri Suriah, Mesir, Turki, hingga Hindustan namanya
begitu masyhur.
Pemikiran Penting
Syekh Nawawi memegang peran sentral di tengah
ulama al-Jawwi. Dia menginspirasi komunitas al-Jawwi untuk lebih terlibat dalam
studi Islam secara serius, tetapi juga berperan dalam mendidik sejumlah ulama
pesantren terkemuka. Bagi Syekh Nawawi, masyarakat Islam di Indonesia harus dibebaskan dari
belenggu Kolonialisme. Dengan mencapai kemerdekaan,
ajaran-ajaran Islam akan dengan mudah dilaksanakan di Nusantara.
Pemikiran ini mendorong Syekh Nawawi untuk selalu mengikuti perkembangan dan
perjuangan di tanah air dari para murid yang berasal dari Indonesia serta
menyumbangkan pemikirannya untuk kemajuan masyarakat Indonesia.[8]
Selain pelajaran agama, Syekh Nawawi juga
mengajarkan makna kemerdekaan, anti Kolonialisme dan Imperialisme dengan
cara yang halus. Mencetak kader patriotik yang di kemudian hari mampu
menegakkan kebenaran. Perjuangan yang dilakukan Syekh Nawawi memang tidak dalam
bentuk revolusi fisik, namun lewat pendidikan dalam menumbuhkan semangat
kebangkitan dan jiwa nasionalisme.
Di samping itu, upaya pembinaan yang
dilakukan Syekh Nawawi terhadap komunitas al-Jawwi di Mekkah juga
menjadi perhatian serius dari pemerintahan Belanda di Indonesia.
Produktivitas komunitas al-Jawwi untuk menghasilkan alumni-alumni yang memiliki
integritas keilmuan agama dan jiwa nasionalisme, menjadi kekhawatiran
tersendiri bagi Belanda. Untuk mengantisipasi ruang gerak komunitas al-Jawwi
ini maka pemerintah Belanda mengutus penasihat pemerintah, Christian Snouck Hurgronje untuk
berkunjung ke Mekkah pada tahun 1884 - 1885. Kedatangan Snouck
ini bertujuan untuk meneliti lebih lanjut dan melihat secara langsung berbagai
hal yang telah dilakukan oleh ulama Indonesia yang tergabung dalam komunitas
al-Jawwi.
Pendapat Penentangan di Arab Saudi
Meskipun saat
itu Arab Saudi dikuasai
oleh pemerintahan yang berfaham Wahabisme,
namun Syekh Nawawi berani berbeda pendapat dalam hal ziarah kubur. Kerajaan
Arab Saudi melarang ziarah kubur dengan alasan bidah, namun Syekh Nawawi tidak
menentang praktik ini. Pendapat ini dilandasi temuan Syekh Nawawi tentang
ketentuan hukumnya dalam ajaran Islam.
Syekh Nawawi
bahkan menganjurkan umat Islam untuk menghormati makam-makam orang yang berjasa
dalam sejarah Islam, termasuk makam Nabi dan para
sahabat. Menurut Syekh Nawawi, Mengunjungi makam Nabi adalah
praktik ibadah yang identik dengan bertemu muka (tawajjuh) dengan
Nabi dan
mengingatkan kebesaran perjuangan dan prestasi yang patut untuk diteladani.
Murid-Muridnya
Antara
murid-murid Syekh Nawawi yang menjadi ulama berpengaruh antara lain :
·
Syekh Arsyad Thawil al-Bantani -
Pejuang Geger Cilegon 1888 dan Penyebar Islam di Sulawesi
Utara
·
Syekh
Abu al-Faidh Abdus Sattar bin Abdul Wahhab ad-Dahlawi, Delhi, India - Pengajar
di Masjidil Haram
·
Sayyid
Ali bin Ali al-Habsy - Pengajar di Masjidil
Haram
·
Syekh
Muhammad Zainuddin bin Badawi as-Sumbawi, Sumbawa, Nusa Tenggara Barat
·
Syekh
Abdul Haq bin Abdul Hannan al-Bantani - Cucu Syekh Nawawi
·
K.H.
Saleh Darat as-Samarani
·
K.H. Hasyim
Asyari, Jombang - Pendiri Nahdlatul
Ulama
·
K.H. Ahmad
Dahlan, Yogyakarta - Pendiri Muhammadiyah
·
K.H. Hasan Genggong - Pendiri Pesantren
Zainul Hasan Genggong
·
K.H.
Mas Abdurahman - Pendiri Mathla'ul Anwar
·
K.H.
Thahir Jamaluddin, Singapura
·
K.H.
Dawud, Perak, Malaysia
·
K.H.
Najihun, Mauk, Tangerang
·
K.H.
Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang
·
K.H.
Ilyas, Kragilan, Serang
·
K.H. Wasyid -
Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H. Tubagus Ismail -
Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Arsyad Qashir al-Bantani - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Abdurrahman - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Haris - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
K.H.
Aqib - Pejuang Geger Cilegon 1888
·
Dan
lain sebagainya.
KISAH SYEKH NAWAWI DAN MURID-MURIDNYA
K.H. Hasyim Asyari
K.H. Hasyim
Asyari saat mengajar santri-santrinya di Pondok Pesantren Tebuireng sering
menangis jika membaca kitab fiqih Fath al-Qarib yang dikarang oleh Syekh
Nawawi. Kenangan terhadap sang gurunya itu amat mendalam di hatinya hingga haru
tak kuasa ditahannya setiap kali baris Fath al-Qarib ia
ajarkan kepada para santrinya.
Gelar-gelar
Di
antara gelar kehormatan yang disematkan kepada Syekh Nawawi al-Bantani adalah
sebagai berikut:
2.
Nawawi at-Tsani (Nawawi kedua). Orang
pertama yang memberi gelar ini pada Syekh Nawawi adalah Wan Ahmad bin Muhammad Zain
al-Fathani
3.
al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq (tokoh dan
pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam)
5.
Imam 'Ulama Al-Haramain (Imam Ulama Dua Kota Suci)
6.
Doktor Ketuhanan (orang pertama yang memberikan gelar
ini pada Syekh Nawawi adalah Christiaan Snouck Hurgronje)
7.
Asy-Syaikh al-Fakih (disematkan oleh kalangan
pesantren)
Karya-Karyanya
Kepakaran Syekh Nawawi tidak diragukan lagi.
Ulama asal Mesir, Syekh 'Umar 'Abdul Jabbar dalam kitabnya "al-Durus
min Madhi al-Ta'lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram”(beberapa kajian
masa lalu dan masa kini tentang Pendidikan Masa kini di Masjidil Haram) menulis
bahwa Syekh Nawawi sangat produktif menulis hingga karyanya mencapai seratus
judul lebih yang meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang
berupa syarah atau komentar terhadap kitab-kitab klasik.
Sebagian
dari karya-karya Syekh Nawawi di antaranya adalah sebagai berikut:
1.
al-Tsamar
al-Yani'ah syarah al-Riyadl al-Badi'ah
2.
al-'Aqd
al-Tsamin syarah Fath al-Mubîn
3.
Sullam
al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
4.
Baĥjah
al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
5.
al-Tausyîh/
Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
6.
Niĥâyah
al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muĥimmâh al-Dîn
7.
Marâqi
al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
8.
Nashâih
al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
9.
Salâlim
al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
10.
Qâmi’u
al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
11.
al-Tafsir
al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil
musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
12.
Kasyf
al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
13.
Fath
al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib
al-Jaliyyah
14.
Nur
al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
15.
Tanqîh
al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
16.
Madârij
al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
17.
Targhîb
al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
18.
Fath
al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
19.
Fath
al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
20.
Tîjân
al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
21.
Fath
al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
22.
Murâqah
Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
23.
Kâsyifah
al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
24.
al-Futûhâh
al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Îmâniyyah
25.
‘Uqûd
al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
26.
Qathr
al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
27.
Naqâwah
al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
28.
al-Naĥjah
al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
29.
Sulûk
al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
30.
Hilyah
al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
31.
al-Fushûsh
al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
32.
al-Riyâdl
al-Fauliyyah
33.
Mishbâh
al-Dhalâm’ala Minĥaj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
34.
Dzariyy’ah
al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
35.
al-Ibrîz
al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
36.
Baghyah
al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
37.
al-Durrur
al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
38.
Lubâb
al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karya tafsirnya, al-Munir, sangat monumental,
bahkan ada yang mengatakan lebih baik dari Tafsir al-Jalalain, karya Imam Jalaluddin as-Suyuthi dan Imam Jalaluddin al-Mahalli yang sangat
terkenal. Sementara Kasyifah al-Saja merupakan syarah atau komentar terhadap
kitab fiqih Safinatun Najah, karya Syekh Salim bin Sumeir
al-Hadhramy. Karya-karya dia di bidang Ilmu Akidah misalnya adalah Tijan
ad-Darary, Nur al-Dhalam, Fath al-Majid. Sementara dalam bidang Ilmu Hadits
misalnya Tanqih al-Qaul. Karya-karya dia di bidang Ilmu Fiqih yakni Sullam
al-Munajah, Nihayah al-Zain, Kasyifah al-Saja, dan yang sangat terkenal di
kalangan para santri pesantren di Jawa yaitu Syarah
’Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain. Adapun Qami'u al-Thugyan, Nashaih
al-'Ibad dan Minhaj al-Raghibi merupakan karya tasawwuf.
Karomah
Telunjuk
Bersinar dan Dapat Menjadi Lampu Penerang
Pada suatu waktu di sebuah perjalanan
dalam syuqduf (rumah-rumahan di punggung unta) Syekh Nawawi
pernah mengarang kitab dengan menggunakan telunjuknya sebagai lampu. Hal
tersebut terjadi karena tidak ada cahaya dalam syuqduf yang ia
tumpangi, sementara aspirasi untuk menulis kitab tengah kencang mengisi
kepalanya. Syekh Nawawi kemudian berdoa kepada Allah agar telunjuk
kirinya dapat menjadi lampu, menerangi jari kanan yang akan digunakannya untuk
menulis. Kitab yang kemudian lahir dengan nama Maraqi al-'Ubudiyyah syarah
Matan Bidayah al-Hidayah itu harus dibayarnya dengan
cacat pada jari telunjuk kiri, karena cahaya yang diberikan Allah pada telunjuk
kirinya itu membawa bekas yang tidak hilang.
Melihat Ka'bah dari Tempat Lain yang Jauh
Karamah lain Syekh Nawawi juga
diperlihatkannya di saat ia mengunjungi Masjid Pekojan, Jakarta.
Masjid yang dibangun oleh Sayyid Utsman bin 'Agil bin Yahya al-'Alawi
(mufti Betawi keturunan Rasulullah ) itu ternyata
memiliki kiblat yang salah. Padahal yang menentukan kiblat bagi mesjid itu
adalah Sayyid Utsman sendiri.
Tak ayal, saat Syekh Nawawi yang dianggapnya
hanya seorang anak remaja tak dikenal menyalahkan penentuan kiblat, Sayyid
Utsman sangat terkejut. Diskusipun terjadi antara keduanya, Sayyid Utsmân tetap
berpendirian bahwa kiblat Mesjid Pekojan tersebut sudah benar, sementara Syekh
Nawawi remaja berpendapat arah kiblat haruslah dibetulkan. Saat kesepakatan
tidak bisa diraih karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dengan keras,
Syekh Nawawi remaja menarik lengan baju Sayyid Utsmân dan dirapatkan tubuhnya
agar bisa saling mendekat, kemudian berkata:
“
|
"Lihatlah Sayyid!, itulah Ka'bah tempat Kiblat
kita. Lihat dan perhatikanlah! Tidakkah Ka'bah itu terlihat amat jelas?
Sementara Kiblat masjid ini agak ke kiri. Maka perlulah kiblatnya digeser ke
kanan agar tepat menghadap ke arah Ka'bah."
|
”
|
Sayyid Utsman termangu. Ka'bah yang ia lihat
dengan mengikuti telunjuk Syekh Nawawi remaja memang terlihat jelas. Sayyid
Utsman merasa takjub dan menyadari bahwa remaja yang bertubuh kecil di
hadapannya itu telah dikaruniai kemuliaan, yakni terbukanya nur
basyariyyah. Yang dengan karamah itu, di manapun dia berada Ka'bah akan
tetap terlihat. Dengan penuh hormat Sayyid Utsman langsung memeluk tubuh kecil
Syekh Nawawi. Sampai saat ini di Masjid Pekojan akan terlihat kiblat digeser
dan tidak sesuai aslinya.
Jasad yang Tetap Utuh
Telah menjadi kebijakan Pemerintah Arab Saudi bahwa
orang yang telah dikubur selama setahun kuburannya harus digali. Tulang
belulang si mayat kemudian diambil dan disatukan dengan tulang belulang mayat
lainnya. Selanjutnya semua tulang itu dikuburkan di tempat lain di luar kota
dan lubang kubur yang dibongkar dibiarkan tetap terbuka hingga datang jenazah
berikutnya terus silih berganti. Kebijakan tersebut dijalankan tanpa pandang
bulu hingga menimpa pula pada makam Syekh Nawawi. Setelah kuburnya genap
berusia satu tahun, datanglah petugas dari pemerintah kota untuk menggali
kuburnya. Tetapi yang terjadi adalah hal yang tak lazim. Para petugas kuburan
itu tak menemukan tulang belulang seperti biasanya, yang mereka temukan adalah
satu jasad yang masih utuh. Tidak kurang satu apapun, tidak lecet dan tidak ada
tanda-tanda pembusukan seperti lazimnya jenazah yang telah lama dikubur. Bahkan
kain kafan penutup jasad Syekh Nawawi tidak sobek dan tidak lapuk sedikitpun.
Terang saja kejadian tersebut mengejutkan
para petugas. Mereka lari berhamburan mendatangi atasannya dan menceritakan apa
yang telah terjadi. Setelah diteliti, sang atasan kemudian menyadari bahwa
makam yang digali itu bukan makam orang sembarangan. Langkah strategis lalu
diambil, yaitu larangan dari pemerintah untuk membongkar makam Syekh Nawawi.
Jasadnya lalu dikuburkan kembali seperti sediakala, dan hingga sekarang makam
Syekh Nawawi tetap berada di Ma'la, Mekah.
Shalat di Dalam Mulut Ular Besar
Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh
Nawawi istirahat di sebuah tempat untuk azan kemudian salat. Setelah ia azan
ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu salat sendirian.
Usai shalat Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok
ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga.
Akhirnya ia tersadar bahwa ternyata ia salat di dalam mulut ular yang sangat
besar itu.
Menghasilkan Karya-karya yang Fenomenal
Karamah Syekh Nawawi yang paling tinggi dapat
dirasakan ketika membuka lembar demi lembar Tafsir Munir yang ia karang. Kitab
Tafsir fenomenal tersebut menerangi jalan siapa saja yang ingin memahami
firman Allah.
Begitu juga dari kalimat-kalimat lugas kitab fiqih, Kasyifah al-Saja yang menerangkan
syariat. Dan ratusan hikmah di dalam kitab Nashaih al-'Ibâd. Serta ratusan
kitab lainnya yang akan terus menyirami umat dengan cahaya abadi dari buah
tangan Syekh Nawawi al-Bantani.
Wafat
Syekh Nawawi wafat di Mekah pada tanggal
25 Syawal 1314 Hijriyah atau 1897 Masehi.
Makamnya terletak di Jannatul
Mu'alla, Mekah. Makam dia bersebelahan dengan makam anak perempuan dari
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq, Asma΄ binti
Abû Bakar al-Siddîq.
Meski wafat di Jazirah Arab,
namun hingga kini setiap tahunnya selalu diadakan haul atau peringatan wafatnya
Syekh Nawawi al-Bantani di tanah air, tepatnya di Pondok
Pesantren An-Nawawi Tanara di Tanara,
Serang, asuhan K.H. Ma'ruf
Amin. Haul Syekh Nawawi selalu ramai dihadiri para santri Nusantara,
bahkan mancanegara.
SUMBER ; WIKIPEDIA - LASKAR BANTEN JOURNAL